Kamis, 08 Januari 2009

Pulau Tarakan sebagai Ladang Minyak dan Ladang Perang (3 -habis)


Mei 1945. Tampak tentara Sekutu yang rehat sebentar di sela-sela pertempuran melawan tentara Jepang

Perlawanan Warga Tarakan

Pada kenyataannya, tidak semua tentara Jepang yang berhasil selamat dalam pertempuran, menyerahkan diri begitu saja pada Sekutu. Ada juga yang bersembunyi di hutan dan ada pula yang berusaha melarikan diri lewat laut.

Meski tidak tercatat dalam sejarah, ada beberapa cerita mengenai penangkapan dan perlawanan terhadap pelarian perang dari pihak Jepang oleh warga yang mendiami Pulau Tarakan pada masa-masa awal. Di kawasan Desa Mamburungan, diceritakan warga berhasil menangkap seorang tentara Jepang yang bersembunyi di hutan Mamburungan. Pada waktu itu, menurut cerita yang tersebar warga terbagi menjadi dua. Ada yang berpendapat sebaiknya tentara Jepang itu diserahkan saja pada Sekutu, ada pula yang berpendapat bahwa sebaiknya ia dibunuh saja. Mungkin dikarenakan lebih banyak warga yang menyimpan dendam karena bahan pangan mereka sering diminta paksa, tentara Jepang ini akhirnya tewas di tangan massa.

Ada juga cerita perlawanan terhadap dua serdadu Jepang yang dialami oleh Kakek penulis sendiri. Pada masa itu, Kakek penulis bersama tiga orang saudaranya beserta Ayah mereka (Buyut penulis) sedang mencari kerang di sekitar tepi laut di Tanah Merah (sekitar KTT). Tanpa di sangka-sangka datang mendekati mereka, dua serdadu Jepang berpistol dengan menaiki sebuah rakit darurat. Segera saja Buyut dan anak-anaknya menghentikan aktifitas mereka.

Tanpa basa basi, dua serdadu Jepang ini langsung mengacak-acak seisi perahu yang tengah sandar di pinggir laut. Tanpa merasa bersalah mereka berdua mengambil begitu saja singkong mentah yang belum direbus dari perahu dan memakannya. Mungkin dua serdadu ini mengalami kelaparan hebat, belum makan beberapa hari. Sehabis memakan singkong mentah, mereka berdua menghampiri Buyut dan anak-anaknya sambil mengancamkan pistol. Dari bahasa isyarat, mereka meminta diantarkan ke Berau atau Balikpapan dengan menggunakan perahu milik Buyut.

Melihat gelagat yang tidak baik dan permintaan yang tidak masuk akal itu, Buyut penulis berbisik pada anak-anaknya untuk bersiap-siap melawan dua serdadu bersenjata itu. Dengan teriakan “Allahu Akbar” Buyut langsung mendorong salah satu serdadu hingga ia terjatuh dan bergumullah ia dengan Buyut di lumpur laut. Dengan gerak cepat Kakek dan salah satu saudaranya menyerang salah satu serdadu lain dengan menggunakan parang dan dayung, sementara itu, dua saudaranya yang lain lagi membantu Buyut melumpuhkan serdadu yang sudah tersungkur terlebih dahulu tadi. Kakek dan saudaranya berhasil membunuh salah satu serdadu. Bunyut beserta dua anaknya masih bergumul dengan serdadu satunya lagi. Malangnya, pistol yang belum berhasil direbut dari tangan serdadu yang satu ini meletus dan menembus kepala Buyut dan peluru itu bersarang di sana. Buyut pun terkulai lemah. Melihat Ayah mereka terkena tembakan, sebagian berusaha menyelamatkannya dan sebagian lagi secara membabi buta menyerang serdadu penembak itu hingga tewas.

Tanpa membuang waktu, Kakek dan saudara-saudaranya langsung membawa pulang Buyut. Sesampainya di Tarakan, Buyut masih bernafas. Namun dalam hitungan beberapa jam kemudian, setelah semua anggota keluarga berkumpul mengelilinginya, Buyut pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Meskipun cerita ini hanya berkembang di kalangan masyarakat dan keluarga dan tidak tercatat dalam buku sejarah, layaklah ia dikenang sebagai peristiwa yang patut menjadi catatan tersendiri dalam lembar sejarah ingatan bahwa warga Tarakan juga pernah melakukan perlawanan terhadap penjajah Jepang, meski dalam skala kecil.


Berakhirnya Perang dan Pendudukan

Meskipun tentara Jepang sudah kalah, meskipun kemudian kemerdekaan Republik Indonesia sudah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, ternyata pasukan terakhir Australia, Brigade ke-26 (pasukan pendudukan) masih bertahan di Tarakan hingga 27 Desember 1945. Markas Brigade ini akhirnya dikembalikan ke Australia pada awal 1946 dan secara resmi dibubarkan di Brisbane pada bulan Januari 1946 dan tinggallah Pulau Tarakan, ladang minyak yang telah berhasil mereka gunakan sebagai ladang perang itu. (Sumber : http://anakpagun.blogspot.com/)

PERINGATAN KERAS... JIKA ANDA MENG-COPY KEMUDIAN MENAMPILKAN ARTIKEL INI DI HALAMAN ANDA HARAP MENCANTUMKAN SUMBERNYA !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar