Kamis, 08 Januari 2009
Pulau Tarakan sebagai Ladang Minyak dan Ladang Perang (1)
Januari 1942. Pemandangan di salah satu lokasi tambang yang dibumihanguskan sendiri oleh Belanda sebelum mereka bertempur dengan Jepang
Motivasi untuk menguasai sumber daya alam di suatu negara atau kawasan lain adalah salah satu penyebab terjadinya perang. Irak yang belum pulih hingga saat ini, adalah salah satu negara yang menjadi korban dari perang yang dirancang AS dengan motivasi terselubung untuk menguasai sumber minyak yang ada di sana.
Sejarah mencatat, perang yang terjadi akibat motivasi seperti ini bukan terjadi dalam era-era sekarang saja. Pada masa Perang Dunia II, Tarakan pun yang sesungguhnya hanyalah sebuah titik kecil dalam Peta Dunia, sempat dua kali dijadikan ladang saling bantai antara aktor besar yang terlibat dalam perang pada masa itu yakni : Jepang, Sekutu (Australia, Belanda dan Amerika Serikat). Dua kali pertempuran besar terjadi di Tarakan. Pertama, antara tentara Jepang melawan pasukan Belanda, kedua yang kemudian dikenal dengan Battle of Tarakan (Perang Tarakan) adalah perang besar antara pasukan Sekutu (pasukan Australia yang dibantu oleh Amerika Serikat dan Belanda) melawan Jepang. Dua perang ini terjadi tak luput dari fakta bahwa Tarakan adalah ladang minyak selain secara geografis letaknya sangat strategis sehingga penting artinya sebagai sumber daya pendukung dalam perang.
Penemuan Minyak di Tarakan
Pada tahun 1896, BPM (Bataavishe Petroleum Maatchapij) menemukan sumber minyak di Pulau Tarakan. Tahun-tahun selanjutnya, dimulailah upaya penambangan minyak di Tarakan oleh perusahaan milik Pemerintah Kolonial Belanda ini. Seiring dengan semakin aktifnya usaha pengeboran, ratusan pekerja didatangkan dari Pulau Jawa.
Fakta inilah pula yang menjadi awal kedatangan Suku Jawa di Pulau Tarakan.
Karena pentingnya keberadaan Pulau ini, pada tahun 1923 Belanda menempatkan seorang Asisten Residen di Tarakan yang membawahi lima wilayah yakni Tarakan, Tanjung Selor, Berau, Malinau dan Apo Kayan. Dalam waktu singkat, Tarakan menjadi pusat produksi minyak dengan dua sumur yang mampu memproduksi 80.000 barel minyak perbulan pada 1941.
Belanda melalui BPM termasuk kenyang menikmati keuntungan dengan perolehan minyak dari perut bumi Tarakan. Minyak mentah dari Tarakan yang termasuk dalam minyak kualitas nomor satu dunia langsung dikapalkan ke Amsterdam dengan menggunakan kapal laut. Salah satu kapal pengangkut yang terkenal adalah kapal Prins van Orange.
Cerita manis ini berakhir setelah Jepang sebagai negara Asia yang sangat agresif secara militer pada masa itu menargetkan Tarakan sebagai pintu masuk dalam upayanya mencari sumber energi baru di Hindia Belanda.(Sumber:http://anakpagun.blogspot.com/)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar