Kamis, 08 Januari 2009

Pulau Tarakan sebagai Ladang Minyak dan Ladang Perang (2)


31 Mei 1945. Enam pesawat terbang Liberator dari RAAF (Royal Australian Airforce) membantu Batalion Infanteri 2/23RD, dalam mengebom posisi-posisi tentara Jepang

Pendudukan Jepang di Tarakan
Sebagai sebuah negara industri baru di kawasan Asia, Jepang sangat membutuhkan sumber energi baru. Pilihan yang paling rasional adalah mencari sumber energi ke kawasan Asia terdekat yang kala itu sudah dikuasai terlebih dahulu oleh negara-negara Eropa (Inggris dan Belanda).

Untuk invasi ke kawasan Hindia Belanda, Pulau Tarakan dijadikan sebagai pintu masuk. Dipilihnya Tarakan selain karena kaya minyak dan kualitas minyaknya masuk dalam kategori kualitas nomor satu, karena juga secara geopolitik pulau ini sangat strategis karena menghubungkan jalur laut ke Australia, Filipina, dan Timur Jauh.
Jepang menginvasi Tarakan pada 11 Januari 1942 dan melakukan serangan udara pada posisi pertahanan Belanda. Pecahlah kemudian perang tidak seimbang antara dua kekuatan di Tarakan pada masa itu. Belanda hanya bermodalkan 1.300 serdadu Batalion VII KNIL, beserta pegawai perusahaan minyak BPM yang dilibatkan sebagai milisi bantuan, segelintir kapal perang ringan, pesawat tempur dan bomber berhadapan dengan sekitar 20.000 serdadu Jepang yang dimotori Pasukan Kure, pasukan elite angkatan laut Jepang yang mendarat di Pantai Amal dalam dua kelompok dengan dukungan pesawat tempur dan kapal perang lengkap.

Dalam invasi awal itu, Jepang berhasil menang dalam dua hari pertempuran dimana separuh dari pasukan Belanda tewas. Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Letnan Kolonel De Waal menyerah pada pasukan Jepang yang dipimpin oleh Jenderal Sakaguchi.
Beberapa hari sebelum menguasai Tarakan, Jepang terlebih dahulu telah menguasai Manila, Sabah, dan Brunei. Dengan dikuasainya Tarakan, maka pulau ini dapat digunakan sebagai pintu masuk untuk pendudukan lanjutan ke sumber minyak lainnya yakni di Balikpapan, Pangkalan Brandan di Sumatera Utara, Palembang di Sumatera Selatan, dan Cepu di Jawa Tengah.

Meskipun pasukan Belanda sempat membumihanguskan ladang minyak sebelum mereka menyerah, Jepang justru mampu mengembalikan bahkan meningkatkan produktifitas ladang minyak Tarakan hingga 350.000 barel per bulan hingga awal tahun 1944.
Setelah Belanda menyerah, sekitar 5.000 penduduk Tarakan menderita di bawah kebijakan-kebijakan represif pendudukan Jepang. Karena banyaknya jumlah pasukan Jepang yang menduduki pulau Tarakan, dampaknya kemudian adalah pengambilan paksa bahan pakan milik penduduk dan menyebabkan banyak warga sipil mengalami kekurangan gizi. Pada masa ini, banyak juga penduduk Tarakan yang kemudian berpindah ke wilayah Tawau, Sabah sehingga masa ini dikenal dengan masa yang disebut masyarakat Tidung sebagai jamon vekuasi (zaman evakuasi).

Tercatat, selama masa pendudukannya, Jepang juga mendatangkan sekitar 600 buruh pekerja dari Pulau Jawa ke Pulau Tarakan untuk bekerja di ladang minyak. Penguasaan Jepang atas Pulau Tarakan tidak berlangsung lama. Semakin menguatnya kekuatan sekutu dan dengan kekuatan pasukannya jauh lebih besar membuat Jepang tidak lagi mampu bertahan di Tarakan.

Rencana Pihak Sekutu
Sesuai dengan Perjanjian Wina pada tahun 1942, negara-negara Sekutu bersepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki Jepang pada pemilik koloninya masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya. Lord Mountbatten sebagai Komandan Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara adalah orang yang diserahi tanggungjawab kekuasaan atas Sumatera dan Jawa. Sedangkan Tentara Australia diberi tanggung jawab terhadap Kalimantan dan Indonesia bagian Timur.Maka rencana perebutan Tarakan oleh Sekutu yang berintikan Tentara Australia sebagai penanggung jawab wilayah Kalimantan adalah sebuah rencana besar yang akan menguntungkan Belanda, karena jika berhasil direbut, maka Tarakan yang kaya minyak akan kembali menjadi milik mereka sesuai dengan Perjanjian Wina tadi.

Dalam rencana pra-invasi dipastikan bahwa sebuah pesawat tempur akan ditempatkan di Tarakan enam hari setelah pendaratan dan kekuatan ini akan diperbanyak untuk mendukung serangan udara sembilan hari kemudian dan memperkuat fasilitas serangan dengan tambahan empat skuadron pesawat tempur dalam 21 hari pendaratan.

Meski tujuan utama dari serangan Sekutu di Tarakan (operasi "Oboe One") adalah untuk mengamankan dan membangun landasan udara agar bisa digunakan sebagai tempat titik tolak menuju kawasan lain seperti Brunei, Labuan (Malaysia), dan Balikpapan, motivasi untuk mengamankan ladang minyak Tarakan sebagai sumber minyak bagi kekuatan Sekutu di medan perang tidak bisa dinafikan sebagi alasan penting lainnya. (Sumber : http://anakpagun.blogspot.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar